Materi kali ini membahas tentang interaksi obat secara lengkap. Singkatnya Interaksi obat dapat bersifat menguntungkan dan atau merugikan ketika dua tau lebih obat diberikan secara bersamaan.
Pengertian Interaksi Obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain, di dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik, atau farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi obat in vitro (campuran pada larutan atau sediaan injeksi) disebut dengan “drug incompatibilities”, bukan interaksi obat. Salah satu atau kedua obat yang bercampur menjadi tidak aktif. Misalnya, campuran thiopental dengan suxamethonium membentuk senyawa kompleks. Heparin dapat menginaktifasi obat lain.
Istilah penting dalam Pengetahuan interaksi obat yang wajib diketahui oleh seorang petugas kesehatan khususnya farmasi / apoteker
Jenis-jenis interkasi obat
Interaksi obat bersifat Aditif
Efek
2 obat yang diberikan bersamaan, yang hasil akhirnya adalah jumlah
masing-masing obat tersebut.
Interaksi obat bersifat Antagonis
Efek
2 obat yang diberikan bersamaan, yang hasil akhirnya adalah kurang dari jumlah
efek kedua obat tersebut.
IInteraksi Farmakodinamik
Perubahan
farmakodinamik suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain (mis, interaksi
aditif).
Interaksi Farmakokinetik
Perubahan
farmakokinetik suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain (mis, induksi enzim
hepatik).
Interaksi obat bersifat Sinergis
Efek
2 obat yang diberikan bersama-sama, hasilnya lebih besar daripada jumlah efek
kedua obat tersebut.
Topik materi diatas akan dibahas secara lengkap berikut ini.
Ada
ratusan interaksi obat, tetapi yang penting secara klinis hanya beberapa saja
(Tabel 1). Obat-obat ini kontraindikasi bila diberikan bersama-sama atau harus
disesuaikan dosisnya.
Pasien-pasien
yang harus diberi perhatian terjadi interaksi obat adalah pasien lanjut usia,
yang biasanya menderita beberapa penyakit kronis, sehingga minum banyak macam
obat, selain tentunya perubahan klirens obat karena usia.
Tabel 1. Interaksi
Obat
Obat yang menyebabkan interaksi
|
Obat yang dipengaruhi
|
Keterangan
|
Alcohol
|
CNS
depressants
|
Additive
CNS depression, sedation, ataxia, increased risk of accidents
|
Acetaminophen
|
Increased
formation of hepatotoxic metabolites of acetaminophen
|
|
Aminoglycosides
|
Loop
diuretics
|
Enhanced
ototoxicity
|
Antacids
|
Digoxin,
iron supplements, fluoroquinolones, ketoconazole,
tetracyclines,
thyroxine
|
Decreased
gut absorption due either to reaction with the drug affected or reduced gut
acidity
|
Antibiotics
|
Estrogens,
including oral contraceptives
|
Many
antibiotics lower estrogen levels and reduce contraceptive effectiveness
|
Antihistamines
(H1-blockers)
|
Anti
muscarinics, sedatives
|
Additive
effects with the drugs affected
|
Antimuscarinic
drugs
|
Drugs
absorbed from the small intestine
|
Slowed
onset of effect because stomach emptying is delayed
|
Barbiturates,
especially
phenobarbital
|
Azoles,
calcium channel blockers, cyclosporine, propranolol, protease inhibitors, quinidine, steroids, warfarin,
and many other drugs metabolized in
the liver
|
Increased
clearance of the affected drugs due to enzyme induction, possibly leading to
decreases in drug effectiveness
|
Beta-blockers
|
Masking
of symptoms of hypoglycemia
|
|
Prazosin
|
Increased
“first-dose” syncope
|
|
Bile
acid-binding resins
|
Acetaminophen,
digitalis, thiazides,thyroxine
|
Reduced
absorption of the affected drug
|
Carbamazepine
|
Cyclosporine,
doxycydine, estrogen, haloperidol, theophylline, warfarin
|
Reduced
effect of other drugs because of induction
of metabolism
|
Cimetidine
|
Benzodiazepines,
lidocaine, phenytoin, propranolol, quinidine, theophylline, warfarin
|
Increased
effect of other drugs due to inhibition of hepatic metabolism
|
Disulfiram
metronidazole, certain cephalosporins
|
Ethanol
|
Increased
hangover effect of ethanol because aldehyde dehydrogenase is blocked
|
Erythromycin
|
Carbamazepine,
cisapride, quinidine, sildenafil, theophylline
|
Risk
of toxicity due to inhibition of metabolism these drugs
|
Furanocoumarins (grapefruit juice)
|
Aprazolam, atorvastatin,
cydosporine, midazolam,
triazolam
|
Increased
effect of other drugs due to inhibition
of hepatic metabolism
|
Ketoconazole
and other azoles
|
Benzodiazepines,
cisapride cyclosporine, fluoxetine,
lovastatin, omeprazole,
quinidine,tolbutamide,warfarin
|
Risk
of toxicity due to inhibition of metabolism of these drugs
|
MAO
inhibitors
|
Catecholamine
releasers
(amphetamine,
ephedrine)
|
Increased
NE in sympathetic nerve endings released by the interacting drugs
|
Tyramine-containing
foods and beverages
|
Hypertensive
crisis
|
|
Nonsteroidal
anti- inflammatory drugs
|
Anticoagulants
|
Increased
bleeding tendency because of reduced
platelet aggregation
|
ACE
inhibitors
|
Decreased
anti hypertensive efficacy of ACE inhibitor
|
|
Loop
diuretics, thiazides
|
Reduced
diuretic efficacy
|
|
Phenytoin
|
Doxycycline,
methadone, quinidine, verapamil
|
Increased
metabolism of other drugs due to induction; decreased efficacy
|
Quinidine
|
Digoxin
|
Increased
digoxin levels due to decreased clearance; displacement may play a role
|
Rifampin
|
Azole
antifungal drugs, corticosteroids,
methadone,
theophylline, tolbutamide
|
Decreased
efficacy of these drugs due to hepatic P450 isozymes
|
Ritonavir
|
Benzodiazepines,
cyclosporine, diltiazem, dronabinol, HMG-CoA reductase inhibitors, lidocaine,
metaprolol, other HIV protease inhibitors, propoxyphene, selective serotonin
reuptake inhibitors
|
Decreased
metabolism of other drugs; increased effects may lead to toxicity
|
Salicylates
|
Corticosteroids
|
Additive
toxicity of gastric mucosa
|
Heparin,
warfarin
|
Increased
bleeding tendency
|
|
Methotrexate
|
Decreased
clearance, causing greater methotrexate toxicity
|
|
Sulfinpyrazone
|
Decreased
uricosuric effect
|
|
Selective
serotonin reuptake inhibitors
|
MAO
inhibitors, meperidine, tricydic antidepressants,
St. John's wort
|
Serotonin
syndrome hypertension, tachycardia, muscle rigidity, hyperthermia, seizures
|
Thiazides
|
Digitalis
|
Increased
risk of digitalis toxicity because thiazides diminish potassium stores
|
Lithium
|
Increased
plasma levels of lithium due to
decreased
total body water
|
|
Warfarin
|
Amiodarone,
cimetidine, disulfiram, erythromycin,
fluconazole, lovastatin, metronidazole
|
Increased
anticoagulant effect via inhibition of
warfarin
metabolism
|
Anabolic
steroids, aspirin, NSAIDs, quinidine,thyroxine
|
Increased
anticoagulant effects via pharmacodynamic mechanisms
|
|
Barbiturates,
carbamazepine, phenytoin, rifabutin, rifampin, St. John's wort
|
Decreased
anticoagulant effect due to increased clearance of warfarin via induction of
hepatic P450 isozymes
|
Selain
interaksi obat dengan obat, dapat juga terjadi interaksi obat dengan senyawa
yang terkandung dalam makanan (mis, jus anggur / grapefruit juice, yang dapat
men ‘downregulates expression’ specific isoform P450, CYP3A4 di dinding usus),
dan interaksi obat dengan obat herbal.
Interaksi
obat penting secara klinis, apabila therapeutic range obat B sempit (yaitu,
apabila sedikit saja penurunan efek, akan menyebabkan hilangnya efikasi dan /
atau peningkatan sedikit efek akan menyebabkan toksisitas). Interaksi
farmakokinetik menjadi penting apabila kurva kadar-respons obat B curam
(perubahan kecil pada kadar plasma menyebabkan perubahan efek yang bermakna)
dan margin terapetiknya sempit, maka interaksi obat akan menyebabkan masalah
besar, misalnya obat antithrombotic, antidysrhythmic, antiepileptic, lithium,
antineoplastic, dan immunosuppressant.
Interaksi
obat bisa juga tidak mempengaruhi klinis, misalnya perubahan besar pada kadar
plasma obat yang relatif tidak toksik seperti penicillin, tidak menyebabkan
masalah klinis karena safety margin-nya besar, kadar plasma yang dihasilkan
oleh dosis normal sangat jauh dengan kadar plasma hilangnya efikasi atau
timbulnya toksisitas.
Baca: Penjelasan farmakologi insulin
INTERAKSI FARMAKODINAMIK
Interaksi
yang menyebabkan efek aditif
INTERAKSI YANG MENYEBABKAN EFEK YANG BERLAWANAN (ANTAGONIS)
1. Beta-bloker
menghilangkan (antagonis) efek bronkodilatasi aktivator β2-adrenoceptor
(salbutamol atau terbutaline) yang digunakan untuk asma.
2. Efek
catecholamine pada denyut jantung (via aktivasi β-adrenoceptor) diantagonis
oleh inhibitor acetylcholinesterase yang bekerja melalui ACh (via reseptor
muscarinik).
3. Antagonis
oleh obat agonis-antagonis (mis, pentazocine) atau oleh partial agonis (mis,
pindolol), yang harus hati-hati bila digunakan dengan obat agonis murni.
4. Beberapa
obat antagonis tidak mengalami interaksi reseptor. Misalnya, nonsteroidal
anti-inflammatory drug (NSAID) dapat menurunkan efek antihipertensi ACE
inhibitor dengan menurunkan eliminasi sodium via renal.
INTERAKSI YANG MENYEBABKAN EFEK ADITIF
InteraksiAditif adalah jumlah efek 2 obat. Kedua obat tersebut bisa bekerja pada
reseptor yang sama atau reseptor yang berbeda.
1. Penggunaan
tricyclic antidepressant dengan diphenhydramine atau promethazine menimbulkan
atropine-like effect yang berlebihan karena semua obat ini mempunyai efek
mem-blok reseptor muskarinik.
2. Efek
depresi SSP aditif disebabkan karena pemberian sedative, hypnotic, dan opioid,
bersama dengan konsumsi ethanol.
3. Obat-obat
hipertensi yang diberikan bersamaan, dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
yang sangat rendah.
4. Efek
aditif obat anticoagulant menyebabkan komplikasi perdarahan. Efek samping
perdarahan dapat meningkat bila warfarin yang diberikan bersama dengan aspirin
(via efek antiplatelet, inhibisi biosintesis platelet thromboxane A2 –
menyebabkan perdarahan lambung), quinidine (aditif hypoprothrombinemia),
thrombolytic (via aktivasi plasminogen), dan hormon thyroid (via peningkatan
katabolisme clotting factor). Warfarin
ber-kompetisi dengan vitamin K, mencegah sintesa hepatik berbagai faktor
koagulasi. Bila produksi vitamin K di intestine di-inhibisi (mis, oleh
antibiotik), maka efek antikoagulan warfarin meningkat.
Interaksi
supra-aditif dan potensiasi lebih jarang terjadi daripada antagonis dan
interaksi aditif.
Interaksi
supra-aditif (sinergistik), yaitu hasil interaksi lebih besar daripada jumlah
kedua obat.
- Kombinasi antibiotik sulfonamide dengan dihydrofolic acid reductase inhibitor berupa trimethoprim. Sulfonamide mencegah sintesa folic acid oleh bakteri; trimethoprim meng-inhibisi reduksi menjadi tetrahydrofolate. Bila diberikan bersama, maka akan terjadi efek sinergis untuk terapi Pneumocystis carinii.
Potensiasi,
adalah efek obat yang ditingkatkan oleh obat kedua yang tidak mempunyai efek.
- Interaksi beta-lactamase inhibitor - clavulanic acid dengan beta-lactamasesusceptible penicillin.
Contoh
lain:
- Diuretik yang menurunkan kadar plasma K+, dapat meningkatkan efek cardiac glycoside sehingga menyebabkan toksisitas glycoside dan toksisitas obat antidysrhythmic tipe III yang memperpanjang cardiac action potential.
- Sildenafil meng-inhibisi isoform phosphodiesterase (PDE type 5) yang meng-inaktivasi cGMP; jadi mem-potensiasi organic nitrate, yang bekerja dengan cara meng-aktivasi guanylate cyclase, sehingga menyebabkan hipotensi berat pada pasien yang minum obat ini.
- Monoamine oxidase inhibitor meningkatkan jumlah noradrenaline yang disimpan di ujung saraf noradrenergik sehingga berbahaya bila diberikan bersama dengan ephedrine atau tyramine, yang kerjanya rilis noradrenaline. Hal ini juga dapat terjadi pada makanan yang mengandung tyramine, terutama yang di-fermentasi.
- Non-steroidal anti-inflammatory drug, seperti ibuprofen atau indometacin, meng-inhibisi biosintesa prostaglandin, termasuk renal vasodilator / natriuretic prostaglandins (PGE2, PGI2). Bila diberikan pada pasien yang minum obat untuk hipertensi, dapat meningkatkan tekanan darah. Bila diberikan pada pasien yang minum diuretik untuk payah jantung kronis, dapat menyebabkan retensi air dan garam dan meningkatkan dekompensasi cordis. Interaksi dengan diuretik merupakan interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik, karena NSAID dapat berkompetisi dengan asam lemah, termasuk diuretik, pada sekresi tubulus.
- Histamine H1-receptor antagonis, seperti mepyramine, efek sampingnya mengantuk. Efek ini bertambah berat bila diminum dengan alkohol, bisa menyebabkan kecelakaan di jalan.
Baca Juga: mekanisme sistem reproduksi pria
INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Semua
proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi,
dapat dipengaruhi oleh obat.
Absorpsi
Absorpsi
obat dari traktus gastrointestinalis dipengaruhi oleh senyawa :
- yang
mengikat obat
- antasida: menurunkan absorpsi GIT digoxin, ketoconazole, antibiotik quinolone, dan tetracycline.
- erythromycin meningkatkan bioavailabilitas oral digoxin, dengan cara menurunkan flora usus yang men-degradasi digoxin.
- makanan yang tinggi kalsium dengan tetracycline akan membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa diabsorpsi
- zat besi dengan teh
- colestyramine (bile acid-binding resin - untuk terapi hypercholesterolaemia) mengikat warfarin dan digoxin sehingga tidak di-absorpsi.
- yang
meningkatkan (metoclopramide) atau menurunkan (antimuskarinik atropine, opiate)
motilitas gastrointestinal
- Senyawa
dalam jus anggur dan obat yang meng-inhibisi P-glycoprotein transporter obat
pada intestinal epithelium, dapat meningkatkan absorpsi obat yang menjalani
proses ini.
Interaksi
lain:
penambahan
adrenaline (epinephrine) pada
injeksi anestesi lokal: menyebabkan vasokonstriksi yang memperlambat absorpsi
anestesi, jadi memperpanjang efek lokalnya.
Distribusi Obat
Pergeseran
obat dari binding site di plasma atau jaringan dapat meningkatkan kadar obat
bebas / tak terikat, tetapi hal ini diikuti dengan peningkatan eliminasi
sehingga terjadi steady state baru, dimana kadar obat total di plasma menurun
tetapi kadar obat bebas sama dengan sebelum digeser oleh obat lain.
Ada
beberapa keadaan klinis yang penting:
- Dapat terjadi toksisitas apabila kadar obat bebas meningkat sebelum steady state yang baru tercapai.
- Apabila merubah dosis untuk memenuhi target kadar plasma total, harus diingat bahwa kadar terapetik target akan dipengaruhi oleh obat yang menggeser.
- Bila obat kedua yang menggeser, menurunkan eliminasi obat pertama, maka kadar obat bebas meningkat bukan hanya akut tetapi juga kronis pada steady state yang baru, dapat menyebabkan toksisitas berat.
Distribusi
obat dipengaruhi oleh obat lain yang berkompetisi terhadap ikatan dengan
protein plasma. Misalnya, antibiotik sulfonamide dapat menggeser methotrexate,
phenytoin, sulfonylurea, dan warfarin dari ikatannya dengan albumin. Sulfonamide, chloral hydrate, trichloracetic
acid (metabolit chloral hydrate), mengikat erat plasma albumin.
Penggeseran
bilirubin dari albumin oleh obat, pada neonatus prematur yang jaundice dapat
berakibat serius, karena pada bayi prematur, metabolisme bilirubin masih belum
sempurna dan bilirubin bebas dapat menembus sawar darah otak yang prematur dan
menyebabkan kern icterus (bilirubin menodai basal ganglia). Hal ini menyebabkan
gangguan pergerakan yang disebut dengan choreoathetosis, gejalanya adalah
involuntary writhing dan twisting movements pada anak-anak.
Dosis Phenytoin disesuaikan dengan kadar
dalam plasma, tetapi pengukuran ini tidak membedakan antara phenytoin yang
terikat ataupun yang bebas, tapi merupakan kadar total obat. Pemberian obat
penggeser pada pasien epilepsi yang menggunakan phenytoin akan menurunkan kadar
phenytoin plasma total sehingga menyebabkan peningkatan eliminasi obat bebas,
tetapi hal ini tidak menyebabkan hilangnya efikasi, karena kadar phenytoin
bebas (aktif) pada keadaan steady state yang baru, tidak terpengaruh. Dalam hal
ini, kadar plasma dalam index terapetik akan menurun, sehingga dosis
ditingkatkan, menyebabkan toksisitas.
Obat
yang mempengaruhi ikatan protein dapat menurunkan eliminasi obat yang tergeser,
menyebabkan interaksi obat. Phenylbutazone
menggeser warfarin dari ikatannya
dengan albumin dan secara selektif meng-inhibisi metabolisme senyawa (S)-isomer
yang aktif secara farmakologis, memperpanjang prothrombin time dan menyebabkan
peningkatan perdarahan. Salicylate menggeser
methotrexate dari ikatannya dengan
albumin dan menurunkan sekresinya ke dalam nephron oleh kompetisi dengan anion
secretory carrier. Quinidine dan
beberapa obat antidysrhythmic lainnya seperti verapamil dan amiodarone
menggeser digoxin dari
tissue-binding site serta menurunkan ekskresi renal; sehingga menyebabkan
dysrhythmia berat karena toksisitas digoxin.
buka juga: terapi pilihan penyakit diabetes
Perubahan
distribusi obat pada suatu senyawa dapat terjadi bila ada senyawa lain yang
mempengaruhi ukuran kompartemen fisiknya. Misalnya, diuretik, yang menurunkan
total cairan tubuh, menyebabkan peningkatan kadar plasma aminoglycoside dan
lithium, sehingga meningkatkan toksisitasnya.
No comments:
Post a Comment
Sahabat Pengunjung Sawittoku, Mohon untuk meninggalkan saran agar pengembangan kualitas konten blog dapat lebih ditingkatkan.
Demi kenyamanan maka komentar yang mengandung Sara, Pornografi, Perjudian, Pelecehan ataupun sejenisnya dan mengandung Link akan kami jadikan SPAM.Terima Kasih Atas Perhatiannya