Pengetahuan untuk Hidup lebih Baik

LightBlog

Subscribe Youtube & Dapatkan Video Tips Kesehatan Gratis

Wednesday, 25 January 2017

Pembagian Interaksi Obat dan Jenisnya

Materi kali ini membahas tentang interaksi obat secara lengkap. Singkatnya Interaksi obat dapat bersifat menguntungkan dan atau merugikan ketika dua tau lebih obat diberikan secara bersamaan.
Pengertian Interaksi Obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain, di dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik, atau farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi obat in vitro (campuran pada larutan atau sediaan injeksi) disebut dengan “drug incompatibilities”, bukan interaksi obat. Salah satu atau kedua obat yang bercampur menjadi tidak aktif. Misalnya, campuran thiopental dengan suxamethonium membentuk senyawa kompleks. Heparin dapat menginaktifasi obat lain.
Istilah penting dalam Pengetahuan interaksi obat yang wajib diketahui oleh seorang petugas kesehatan khususnya farmasi / apoteker

Jenis-jenis interkasi obat

Interaksi obat bersifat Aditif

Efek 2 obat yang diberikan bersamaan, yang hasil akhirnya adalah jumlah masing-masing obat tersebut.

Interaksi obat bersifat Antagonis

Efek 2 obat yang diberikan bersamaan, yang hasil akhirnya adalah kurang dari jumlah efek kedua obat tersebut.

IInteraksi Farmakodinamik

Perubahan farmakodinamik suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain (mis, interaksi aditif).

Interaksi Farmakokinetik

Perubahan farmakokinetik suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain (mis, induksi enzim hepatik).

Interaksi obat bersifat Sinergis

Efek 2 obat yang diberikan bersama-sama, hasilnya lebih besar daripada jumlah efek kedua obat tersebut.
Topik materi diatas akan dibahas secara lengkap berikut ini.
Ada ratusan interaksi obat, tetapi yang penting secara klinis hanya beberapa saja (Tabel 1). Obat-obat ini kontraindikasi bila diberikan bersama-sama atau harus disesuaikan dosisnya.
Pasien-pasien yang harus diberi perhatian terjadi interaksi obat adalah pasien lanjut usia, yang biasanya menderita beberapa penyakit kronis, sehingga minum banyak macam obat, selain tentunya perubahan klirens obat karena usia.
Tabel 1. Interaksi Obat

Obat yang menyebabkan interaksi
Obat yang dipengaruhi
Keterangan



Alcohol

CNS depressants         

Additive CNS depression, sedation, ataxia, increased risk of accidents

Acetaminophen

Increased formation of hepatotoxic metabolites of acetaminophen
Aminoglycosides
Loop diuretics 
Enhanced ototoxicity
Antacids         
Digoxin, iron supplements, fluoroquinolones, ketoconazole, 
tetracyclines, thyroxine
Decreased gut absorption due either to reaction with the drug affected or reduced gut acidity
Antibiotics      
Estrogens, including oral contraceptives 
Many antibiotics lower estrogen levels and reduce contraceptive effectiveness
Antihistamines (H1-blockers)

Anti muscarinics, sedatives

Additive effects with the drugs affected
Antimuscarinic drugs   
Drugs absorbed from the small intestine
Slowed onset of effect because stomach emptying is delayed
Barbiturates, especially        
phenobarbital
Azoles, calcium channel blockers, cyclosporine, propranolol, protease   inhibitors, quinidine, steroids, warfarin, and   many other drugs metabolized in the liver
Increased clearance of the affected drugs due to enzyme induction, possibly leading to decreases in drug effectiveness

Beta-blockers  
Masking of symptoms of hypoglycemia

Prazosin          
Increased “first-dose” syncope
Bile acid-binding resins  
Acetaminophen, digitalis, thiazides,thyroxine
Reduced absorption of the affected drug
Carbamazepine           

Cyclosporine, doxycydine, estrogen, haloperidol, theophylline, warfarin
Reduced effect of other drugs because of            induction of metabolism
Cimetidine

Benzodiazepines, lidocaine, phenytoin, propranolol, quinidine, theophylline, warfarin          
Increased effect of other drugs due to inhibition of hepatic metabolism
Disulfiram metronidazole, certain cephalosporins

Ethanol

Increased hangover effect of ethanol because aldehyde dehydrogenase is blocked
Erythromycin
Carbamazepine, cisapride, quinidine, sildenafil, theophylline    
Risk of toxicity due to inhibition of metabolism these drugs
Furanocoumarins            (grapefruit juice)

            Aprazolam, atorvastatin, cydosporine,            midazolam, triazolam
Increased effect of other drugs due to            inhibition of hepatic metabolism
Ketoconazole and other azoles
Benzodiazepines, cisapride cyclosporine,   fluoxetine, lovastatin, omeprazole,           
quinidine,tolbutamide,warfarin
Risk of toxicity due to inhibition of metabolism of these drugs
MAO inhibitors           
Catecholamine releasers
(amphetamine, ephedrine)
Increased NE in sympathetic nerve endings released by the interacting drugs

Tyramine-containing foods and beverages
Hypertensive crisis
Nonsteroidal anti-            inflammatory drugs

Anticoagulants
Increased bleeding tendency because of            reduced platelet aggregation

ACE inhibitors
Decreased anti hypertensive efficacy of ACE inhibitor

Loop diuretics, thiazides
Reduced diuretic efficacy
Phenytoin       
Doxycycline, methadone, quinidine,        verapamil
Increased metabolism of other drugs due to induction; decreased efficacy



Quinidine        
Digoxin
Increased digoxin levels due to decreased clearance; displacement may play a role
Rifampin        
Azole antifungal drugs, corticosteroids,           
methadone, theophylline, tolbutamide
Decreased efficacy of these drugs due to hepatic P450 isozymes
Ritonavir
Benzodiazepines, cyclosporine, diltiazem, dronabinol, HMG-CoA reductase inhibitors, lidocaine, metaprolol, other HIV protease inhibitors, propoxyphene, selective serotonin reuptake inhibitors
Decreased metabolism of other drugs; increased effects may lead to toxicity
Salicylates       
Corticosteroids
Additive toxicity of gastric mucosa

Heparin, warfarin
Increased bleeding tendency

Methotrexate   
Decreased clearance, causing greater methotrexate toxicity

Sulfinpyrazone           
Decreased uricosuric effect
Selective serotonin reuptake inhibitors           
MAO inhibitors, meperidine, tricydic            antidepressants, St. John's wort

Serotonin syndrome hypertension, tachycardia, muscle rigidity, hyperthermia, seizures
Thiazides        

Digitalis

Increased risk of digitalis toxicity because thiazides diminish potassium stores

Lithium           
Increased plasma levels of lithium due to
decreased total body water
Warfarin
Amiodarone, cimetidine, disulfiram,       erythromycin, fluconazole, lovastatin, metronidazole
Increased anticoagulant effect via inhibition of
warfarin metabolism

Anabolic steroids, aspirin, NSAIDs, quinidine,thyroxine

Increased anticoagulant effects via pharmacodynamic mechanisms

Barbiturates, carbamazepine, phenytoin, rifabutin, rifampin, St. John's wort
Decreased anticoagulant effect due to increased clearance of warfarin via induction of hepatic P450 isozymes
Selain interaksi obat dengan obat, dapat juga terjadi interaksi obat dengan senyawa yang terkandung dalam makanan (mis, jus anggur / grapefruit juice, yang dapat men ‘downregulates expression’ specific isoform P450, CYP3A4 di dinding usus), dan interaksi obat dengan obat herbal.
Interaksi obat penting secara klinis, apabila therapeutic range obat B sempit (yaitu, apabila sedikit saja penurunan efek, akan menyebabkan hilangnya efikasi dan / atau peningkatan sedikit efek akan menyebabkan toksisitas). Interaksi farmakokinetik menjadi penting apabila kurva kadar-respons obat B curam (perubahan kecil pada kadar plasma menyebabkan perubahan efek yang bermakna) dan margin terapetiknya sempit, maka interaksi obat akan menyebabkan masalah besar, misalnya obat antithrombotic, antidysrhythmic, antiepileptic, lithium, antineoplastic, dan immunosuppressant.

Interaksi obat bisa juga tidak mempengaruhi klinis, misalnya perubahan besar pada kadar plasma obat yang relatif tidak toksik seperti penicillin, tidak menyebabkan masalah klinis karena safety margin-nya besar, kadar plasma yang dihasilkan oleh dosis normal sangat jauh dengan kadar plasma hilangnya efikasi atau timbulnya toksisitas.
Baca: Penjelasan farmakologi insulin

INTERAKSI FARMAKODINAMIK

Interaksi yang menyebabkan efek aditif

INTERAKSI YANG MENYEBABKAN EFEK YANG BERLAWANAN (ANTAGONIS)

1. Beta-bloker menghilangkan (antagonis) efek bronkodilatasi aktivator β2-adrenoceptor (salbutamol atau terbutaline) yang digunakan untuk asma.
2. Efek catecholamine pada denyut jantung (via aktivasi β-adrenoceptor) diantagonis oleh inhibitor acetylcholinesterase yang bekerja melalui ACh (via reseptor muscarinik).
3. Antagonis oleh obat agonis-antagonis (mis, pentazocine) atau oleh partial agonis (mis, pindolol), yang harus hati-hati bila digunakan dengan obat agonis murni.
4. Beberapa obat antagonis tidak mengalami interaksi reseptor. Misalnya, nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) dapat menurunkan efek antihipertensi ACE inhibitor dengan menurunkan eliminasi sodium via renal.

INTERAKSI YANG MENYEBABKAN EFEK ADITIF

InteraksiAditif adalah jumlah efek 2 obat. Kedua obat tersebut bisa bekerja pada reseptor yang sama atau reseptor yang berbeda.
1. Penggunaan tricyclic antidepressant dengan diphenhydramine atau promethazine menimbulkan atropine-like effect yang berlebihan karena semua obat ini mempunyai efek mem-blok reseptor muskarinik.
2. Efek depresi SSP aditif disebabkan karena pemberian sedative, hypnotic, dan opioid, bersama dengan konsumsi ethanol.
3. Obat-obat hipertensi yang diberikan bersamaan, dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat rendah.
4. Efek aditif obat anticoagulant menyebabkan komplikasi perdarahan. Efek samping perdarahan dapat meningkat bila warfarin yang diberikan bersama dengan aspirin (via efek antiplatelet, inhibisi biosintesis platelet thromboxane A2 – menyebabkan perdarahan lambung), quinidine (aditif hypoprothrombinemia), thrombolytic (via aktivasi plasminogen), dan hormon thyroid (via peningkatan katabolisme clotting factor). Warfarin ber-kompetisi dengan vitamin K, mencegah sintesa hepatik berbagai faktor koagulasi. Bila produksi vitamin K di intestine di-inhibisi (mis, oleh antibiotik), maka efek antikoagulan warfarin meningkat.

Interaksi supra-aditif dan potensiasi lebih jarang terjadi daripada antagonis dan interaksi aditif.

Interaksi supra-aditif (sinergistik), yaitu hasil interaksi lebih besar daripada jumlah kedua obat.
  • Kombinasi antibiotik sulfonamide dengan dihydrofolic acid reductase inhibitor berupa trimethoprim. Sulfonamide mencegah sintesa folic acid oleh bakteri; trimethoprim meng-inhibisi reduksi menjadi tetrahydrofolate. Bila diberikan bersama, maka akan terjadi efek sinergis untuk terapi Pneumocystis carinii.
Potensiasi, adalah efek obat yang ditingkatkan oleh obat kedua yang tidak mempunyai efek.
  • Interaksi beta-lactamase inhibitor - clavulanic acid dengan beta-lactamasesusceptible penicillin.
Contoh lain:
  • Diuretik yang menurunkan kadar plasma K+, dapat meningkatkan efek cardiac glycoside sehingga menyebabkan toksisitas glycoside dan toksisitas obat antidysrhythmic tipe III yang memperpanjang cardiac action potential.
  • Sildenafil meng-inhibisi isoform phosphodiesterase (PDE type 5) yang meng-inaktivasi cGMP; jadi mem-potensiasi organic nitrate, yang bekerja dengan cara meng-aktivasi guanylate cyclase, sehingga menyebabkan hipotensi berat pada pasien yang minum obat ini.
  • Monoamine oxidase inhibitor meningkatkan jumlah noradrenaline yang disimpan di ujung saraf noradrenergik sehingga berbahaya bila diberikan bersama dengan ephedrine atau tyramine, yang kerjanya rilis noradrenaline. Hal ini juga dapat terjadi pada makanan yang mengandung tyramine, terutama yang di-fermentasi.
  • Non-steroidal anti-inflammatory drug, seperti ibuprofen atau indometacin, meng-inhibisi biosintesa prostaglandin, termasuk renal vasodilator / natriuretic prostaglandins (PGE2, PGI2). Bila diberikan pada pasien yang minum obat untuk hipertensi, dapat meningkatkan tekanan darah. Bila diberikan pada pasien yang minum diuretik untuk payah jantung kronis, dapat menyebabkan retensi air dan garam dan meningkatkan dekompensasi cordis. Interaksi dengan diuretik merupakan interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik, karena NSAID dapat berkompetisi dengan asam lemah, termasuk diuretik, pada sekresi tubulus.
  • Histamine H1-receptor antagonis, seperti mepyramine, efek sampingnya mengantuk. Efek ini bertambah berat bila diminum dengan alkohol, bisa menyebabkan kecelakaan di jalan.

INTERAKSI FARMAKOKINETIK

Semua proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi, dapat dipengaruhi oleh obat.
Absorpsi
Absorpsi obat dari traktus gastrointestinalis dipengaruhi oleh senyawa :
- yang mengikat obat
  • antasida: menurunkan absorpsi GIT digoxin, ketoconazole, antibiotik quinolone, dan tetracycline.
  • erythromycin meningkatkan bioavailabilitas oral digoxin, dengan cara menurunkan flora usus yang men-degradasi digoxin.
  • makanan yang tinggi kalsium dengan tetracycline akan membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa diabsorpsi
  • zat besi dengan teh
  • colestyramine (bile acid-binding resin - untuk terapi hypercholesterolaemia) mengikat warfarin dan digoxin sehingga tidak di-absorpsi.
- yang meningkatkan (metoclopramide) atau menurunkan (antimuskarinik atropine, opiate) motilitas gastrointestinal
- Senyawa dalam jus anggur dan obat yang meng-inhibisi P-glycoprotein transporter obat pada intestinal epithelium, dapat meningkatkan absorpsi obat yang menjalani proses ini.
Interaksi lain:
penambahan adrenaline (epinephrine) pada injeksi anestesi lokal: menyebabkan vasokonstriksi yang memperlambat absorpsi anestesi, jadi memperpanjang efek lokalnya.
Distribusi Obat
Pergeseran obat dari binding site di plasma atau jaringan dapat meningkatkan kadar obat bebas / tak terikat, tetapi hal ini diikuti dengan peningkatan eliminasi sehingga terjadi steady state baru, dimana kadar obat total di plasma menurun tetapi kadar obat bebas sama dengan sebelum digeser oleh obat lain.
Ada beberapa keadaan klinis yang penting:
  • Dapat terjadi toksisitas apabila kadar obat bebas meningkat sebelum steady state yang baru tercapai.
  • Apabila merubah dosis untuk memenuhi target kadar plasma total, harus diingat bahwa kadar terapetik target akan dipengaruhi oleh obat yang menggeser.
  • Bila obat kedua yang menggeser, menurunkan eliminasi obat pertama, maka kadar obat bebas meningkat bukan hanya akut tetapi juga kronis pada steady state yang baru, dapat menyebabkan toksisitas berat.
Distribusi obat dipengaruhi oleh obat lain yang berkompetisi terhadap ikatan dengan protein plasma. Misalnya, antibiotik sulfonamide dapat menggeser methotrexate, phenytoin, sulfonylurea, dan warfarin dari ikatannya dengan albumin. Sulfonamide, chloral hydrate, trichloracetic acid (metabolit chloral hydrate), mengikat erat plasma albumin.
Penggeseran bilirubin dari albumin oleh obat, pada neonatus prematur yang jaundice dapat berakibat serius, karena pada bayi prematur, metabolisme bilirubin masih belum sempurna dan bilirubin bebas dapat menembus sawar darah otak yang prematur dan menyebabkan kern icterus (bilirubin menodai basal ganglia). Hal ini menyebabkan gangguan pergerakan yang disebut dengan choreoathetosis, gejalanya adalah involuntary writhing dan twisting movements pada anak-anak.
Dosis Phenytoin disesuaikan dengan kadar dalam plasma, tetapi pengukuran ini tidak membedakan antara phenytoin yang terikat ataupun yang bebas, tapi merupakan kadar total obat. Pemberian obat penggeser pada pasien epilepsi yang menggunakan phenytoin akan menurunkan kadar phenytoin plasma total sehingga menyebabkan peningkatan eliminasi obat bebas, tetapi hal ini tidak menyebabkan hilangnya efikasi, karena kadar phenytoin bebas (aktif) pada keadaan steady state yang baru, tidak terpengaruh. Dalam hal ini, kadar plasma dalam index terapetik akan menurun, sehingga dosis ditingkatkan, menyebabkan toksisitas.
Obat yang mempengaruhi ikatan protein dapat menurunkan eliminasi obat yang tergeser, menyebabkan interaksi obat. Phenylbutazone menggeser warfarin dari ikatannya dengan albumin dan secara selektif meng-inhibisi metabolisme senyawa (S)-isomer yang aktif secara farmakologis, memperpanjang prothrombin time dan menyebabkan peningkatan perdarahan. Salicylate menggeser methotrexate dari ikatannya dengan albumin dan menurunkan sekresinya ke dalam nephron oleh kompetisi dengan anion secretory carrier. Quinidine dan beberapa obat antidysrhythmic lainnya seperti verapamil dan amiodarone menggeser digoxin dari tissue-binding site serta menurunkan ekskresi renal; sehingga menyebabkan dysrhythmia berat karena toksisitas digoxin.
Perubahan distribusi obat pada suatu senyawa dapat terjadi bila ada senyawa lain yang mempengaruhi ukuran kompartemen fisiknya. Misalnya, diuretik, yang menurunkan total cairan tubuh, menyebabkan peningkatan kadar plasma aminoglycoside dan lithium, sehingga meningkatkan toksisitasnya.

No comments:

Post a Comment

Sahabat Pengunjung Sawittoku, Mohon untuk meninggalkan saran agar pengembangan kualitas konten blog dapat lebih ditingkatkan.
Demi kenyamanan maka komentar yang mengandung Sara, Pornografi, Perjudian, Pelecehan ataupun sejenisnya dan mengandung Link akan kami jadikan SPAM.Terima Kasih Atas Perhatiannya