Pengetahuan untuk Hidup lebih Baik

LightBlog

Subscribe Youtube & Dapatkan Video Tips Kesehatan Gratis

Tuesday 24 January 2017

Alasan Mulia Memilih Jurusan Farmasi

Banyak yang bertanya: bagaimana prospek kuliah farmasi, apa kelebihan jurusan farmasi, apa itu jurusan farmasi, bagaimana pekerjaan seorang farmasi, apakah jurusan farmasi hanya jual obat, sejak kapan farmasi ada di indonesia, seberapa penting pekerjaan farmasi, apa manfaat mengambil jurusan farmasi, bagaimana pandangan orang tentang farmasi dan pertanyaan lainnya. Semoga setelah membaca artikel ini, pertanyaan diatas dapat terjawab sehingga bisa memahami dengan baik tentang Farmasi.



Pengertian Farmasi
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.

Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas.
Ternyata prosesnya panjang juga sampai kata farmasi bisa melekat.

Sejarah Perkembangan Ilmu Farmasi di Indonesia

Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).
Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian.
Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta” dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker.
Kalau berbicara abad, berarti sudah ratusan tahun farmasi sudah ada teman-teman

Pandangan Ilmu Farmasi

Semua ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Manusia mempunyai perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera, intuisi, dan mampu menangkap gejala alam lalu mengabstraksikannya dalam bentuk ketahuan atau pengetahuan; misalnya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Apa yang diperoleh dalam proses mengetahui itu dilakukan tanpa memperhatikan obyek, cara (ways of knowing) dan kegunaannya, maka ini dikategorikan dalam ketahuan atau pengetahuan, dalam bahasa Inggris disebut ”knowledge”.  Ilmu atau ”Science” ialah pengetahuan yang diperoleh melalui ”metode ilmiah”, yaitu suatu cara yang menggunakan syarat-syarat tertentu, melalui serangkaian langkah yang dilakukan dengan penuh disiplin.
1. Farmasi Sebagai Sains
Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni (Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi tergolong seni teknis (technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).
2. Farmasi Sebagai Profesi
Dari kajian filsafati di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau Sains, Farmasi meliputi pula pelayanan obat secara profesional. Istilah Profesi dan Profesional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahlian (skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah profesional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.
Ketika mendengar kata sains, mungkin dipikiran teman-teman terlintas serangkaian rumus kimia dan aktivitas laboratorium yang sedang mengamati bakteri melalui mikroskop. Jas praktek memang kebanggaan kami meskipun beberapa hari tidak pernah dicuci tapi tetap kami gunakan untuk berfoto. :D 

Karir dibidang Farmasi

Perhatian utama para dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang menulis resep ialah pada efek obat pada penderita, nilai terapetika, dan toksiologinya. Para perawat bertugas untuk memberikan obat, tanggap terhadap bentuk sediaan obat, dan terhadap manifestasi toksisnya. Maka ahli Farmasi (Farmasis) itulah satu-satunya ahli mengenai obat. Ia diberikan tanggung jawab legal untuk menangani obat dan pengetahuan segala sesuatu mengenai informasi obat itu adalah tanggung jawab profesinya. Tidak ada program studi lain selain Farmasi yang memberikan dasar-dasar pengetahuan lengkap mengenai segala sesuatu yang perlu diketahui tentang obat. Jadi hanya seorang Farmasis yang mempunya kompetensi keahlian obat secara lengkap.
1. Farmasis Komunitas (Community Pharmacist)

Farmasis atau Apoteker memberikan kesan umum bahwa tempat kerja seorang farmasi hanyalah di Apotik, yaitu salah satu tempat pengabdian profesi seorang Apoteker. Seorang Farmasis di Apotik langsung berhadapan dengan masyarakat sehingga fungsi tersebut dikelompokkan dalam Farmasi Masyarakat (Community Pharmacy). Fungsi Farmasis Masyarakat di Apotik merupakan kombinasi seorang profesional dan wiraswastawan. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 25/80 tentang Apotik, bahwa Apotik adalah tempat pengabdian profesi seorang Apoteker, maka makin besar harapan yang diberikan pemerintah kepada para Farmasis, baik dari segi jumlah tenaga farmasi maupun dari segi kemampuan profesionalnya.
2. Farmasi Rumah Sakit (Hospital Pharmacy)
Farmasi Rumah Sakit ialah pekerjaan kefarmasiaan yang dilakukan di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Fungsi kefarmasian ini yang sudah sangat berkembang di negara maju, juga sudah mulai dirintis di Indonesia dengan pembukaan program spesialisasi Farmasi Rumah Sakit. Jumlah kebutuhan Farmasis di rumah sakit di masa depan akan semakin meningkat karena 3 hal :
- Faktor pertambahan penduduk.
- Meningkatnya kebutuhan untuk perawatan yang lebih baik di rumah sakit.
- Fungsi dan peranan Farmasis Rumah Sakit akan lebih meningkat dalam berbagai aspek mengenai penggunaan dan pemantauan obat.

3. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Mata rantai sebagai perantara industri farmasi dan masyarakat dalam hal penyaluran obat ialah Pedagang Besar Farmasi (PBF). Di luar negeri PBF ini mempunyai tenaga Farmasis terdaftar sebagai supervisor disebabkan oleh sifat khas produk yang ditanganinya itu sehubungan dengan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia hanya dipersyaratkan tenaga menengah farmasi (Asisten Apoteker = AA) sebagai penanggungjawab, mengingat belum cukup tersedianya tenaga ahli berpendidikan tinggi.
PBF sangat berperanan sebagai sumber penyalur obat dari berbagai industri farmasi yang secara cepat dapat melayani kebutuhan Farmasis Komunitas (Apoteker) untuk secara cepat pula melayani kebutuhan penderita akan obat. PBF juga mengurangi beban finansial Apoteker dalam hal menyimpan stok obat dalam jumlah besar dan menjembatani kerumitan negosiasi dengan ratusan industri farmasi sebagai produsen obat.
4. Industri Farmasi
Farmasis di industri farmasi terlibat pula dalam fungsi pemasaran produk, riset dan pengembangan produk, pengendalian kualitas, produksi dan administrasi atau manajemen. Fungsi perwakilan pelayanan medis (medical service representative) atau ”detailman” yang bertugas dan langsung berhubungan dengan Dokter dan Apoteker untuk memperkenalkan produk yang dihasilkan industri farmasi mungkin juga dijabat seorang Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu dipegang seorang Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu dipegang seorang Farmasis karena latar belakang pengetahuannya. Saat ini memang tidak banyak Farmasis yang mengisi jabatan ini karena jumlahnya belum mencukupi, dan lebih dibutuhkan di tempat pengabdian profesi yang lain. Peningkatan karir jabatan ini dapat mencapai tingkat supervisor dalam pemasaran produk, dan direktur pemasaran produk dalam organisasi industri farmasi.

Pada unit produksi dan pengendalian kualitas (quality control) industri dipersyaratkan seorang Apoteker. Untuk bidang riset dan pengembangan (R & D = Research and Development) biasanya diperlukan lulusan pendidikan pascasarjana, meskipun bukan merupakan persyaratan.
5. Instansi Pemerintah
Departemen Kesehatan adalah instansi pemerintah yang paling banyak menyerap tenaga Farmasis, terutama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Minuman (DitJen POM) dan jajaran Pusat Pemeriksaan Obat (PPOM) dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (Balai POM) di daerah. Demikian pula Bidang Pengendalian Farmasi dan Makanan pada setiap Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (sekarang dihapus, hanya ada Dinas Kesehatan Propinsi) dan jajaran Dinas Kesehatan sampai ke Daerah Tingkat II dan Gudang Farmasi. Fungsi utama Farmasis pada instansi pemerintah ialah administrastif, pemeriksaan, bimbingan dan pengendalian. Sejak tahun 2001, telah terjadi perubahan struktur, Direktorat Jendral POM tidak lagi bernaung di bawah Departemen Kesehatan, tetapi menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Demikian pula struktur Balai (besar,kecil) POM di daerah tingkat I, yang langsung berada di bawah Badan POM, tidak berada di dalam Dinas Kesehatan Propinsi.

Departemen HANKAM, juga memerlukan Farmasis yang terutama berfungsi pada bagian logistik dan penyaluran obat dan alat kesehatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merekrut Farmasis untuk jabatan dosen di perguruan tinggi. Sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka fungsi seorang Farmasis ialah dalam bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Persyaratan untuk diterima menjadi dosen akan ditingkatkan menjadi lulusan Pascasarjana, atau mempunyai Sertifikat Mengajar Program PEKERTI/AA (Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional/Applied Approach), yaitu program penataran dosen dalam aktivitas instruksional atau proses belajar mengajar.
Sebagai tenaga kesehatan, seorang Farmasis atau Apoteker diwajibkan untuk mengabdi pada negara selama 3 tahun setelah lulus ujian Apoteker sebelum dapat berpraktek swasta perorangan. Wajib kerja sarjana ini dikenal sebagai Masa Bakti Apoteker (MBA) yang dapat dilaksanakan pada instansi pemerintah seperti tersebut di atas atau penugasan khusus dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan sebagai wakil Menteri Kesehatan di daerah. Dengan dihapuskannya Kantor Wilayah, tugas ini diambil alih Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

6. Wartawan Farmasi (Pharmaceutical Journalism)

Profesi ini mulai berkembang di luar negeri bagi Farmasis yang memperoleh latihan khusus dalam kewartawanan dan mempunyai bakat menulis dan mengedit. Pekerjaan ini diperlukan oleh instansi pemerintah atau industri farmasi untuk publikasi, mengedit atau menulis tulisan yang berlatar belakang kefarmasian.
7. Manajemen Perusahaan
Khususnya instansi swasta banyak memerlukan tenaga ahli berlatar belakang kefarmasian dengan berkembangnya organisasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk ini diperlukan pendidikan tambahan, misalnya Magister Manajemen (MBA = Master of Business Administration).
8. Wiraswasta
Farmasi dituntut dan dibekali ilmu manajemen kefarmasian dalam mengelolah suatu bidang usaha farmasi, contohnya apotek. Lihat contoh disini contoh apotik online di indonesia.
setelah membaca prospek karir diatas, apakah masih ingin bertanya: apakah jurusan farmasi hanya jual obat

Pendidikan Kefarmasian

Pendidikan Farmasi, khususnya pendidikan tinggi sering berubah dengan perubahan tuntutan zaman. Pendidikan tinggi secara umum dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan lebih relevan terhadap kebutuhan masyarakat. Khususnya bidang Farmasi di era reformasi ini semakin banyak didirikan perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan pendidikan Farmasi. Demikian pula terjadi pada pendidikan program profesional di bidang  kesehatan, yang semakin dituntut mutu lulusan yang tinggi, sehingga Sekolah Perawat, Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan menjadi setingkat Akademi (Program D-3 atau D-4), yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Propinsi, dan dikelompokkan dalam Politeknik Kesehatan (POLTEKKES).

Perkembangan pendidikan kefarmasian di indonesia

Perkembangan pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia dapat dibagi dalam era pra Perang Dunia II, Zaman Pendudukan Jepang dan pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. Sebelum Perang Dunia II, selama penjajahan Belanda hanya terdapat beberapa Apoteker yang berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Tenaga kefarmasian yang dididik di Indonesia hanya setingkat Asisten Apoteker (AA), yang mulai dihasilkan tahun 1906. Pelaksanaan pendidikan A.A. ini dilakukan secara magang ada Apotik yang ada Apotekernya dan setelah periode tertentu seorang calon menjalani ujian negara. Pada tahun 1918 dibuka sekolah Asisten Apoteker yang pertama dengan penerimaan murid lulusan MULO Bagian B (Setingkat SMP). Pada tahun 1937 jumlah Apotik di seluruh Indonesia hanya 37. Pada awal Perang Dunia ke-2 (1941) banyak Apoteker warga negara asing meninggalkan Indonesia sehingga terdapat kekosongan Apotik. Untuk mengisi kekosongan itu diberi izin kepada dokter untuk mengisi jabatan di Apotik, juga diberi izin kepada dokter untuk membuka Apotik-Dokter (Dokters-Apotheek) di daerah yang belum ada Apotiknya.
Pada zaman pendudukan Jepang mulai dirintis pendidikan tinggi Farmasi dengan nama Yukagaku sebagai bagian dari Jakarta Ika Daigaku. Pada tahun 1944 Yakugaku diubah menjadi  Yaku Daigaku. Pada tahun 1946 dibuka Perguruan Tinggi Ahli Obat di Klaten yang kemudian pindah dan berubah menjadi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Tahun 1947 diresmikan Jurusan Farmasi di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam (FIPIA), Bandung sebagai bagian dari Universitas Indonesia, Jakarta, yang kemudian berubah menjadi Jurusan Farmasi, Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Mei 1959.
Lulusan Apoteker pertama di UGM sebanyak 2 orang dihasilkan pada tahun 1953. Saat ini di Indonesia terdapat 8 perguruan tinggi farmasi negeri dan belasan perguruan tinggi swasta 
Pendidikan farmasi dimulai sejak:
- Sekolah menengah farmasi
- Diploma Farmasi
- Perguruan tinggi Farmasi
- Pendidikan Profesi
- Pendidikan Lanjutan Magister dan Doktor Farmasi
jadi tidak heran kalau anak farmasi umumnya suka sekolah, sekolah, dan sekolah. bukan hal baru ketika anak farmasi menceritakan rencana kuliah lanjutannya ingin dimana ketika menyelesaikan satu tingkatan.

Kurikulum pendidikan Farmasi

Melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (MenDikNas) No.232/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Evaluasi hasil Belajar, dan No.045/2002, tentang Kurikulum Pendidikan, telah terjadi perubahan mendasar pada penyusunan kurikulum, yang saat ini ditekankan pada kompetensi lulusan (Competency-Based Curriculum). Dengan demikian maka perlu diadakan tinjauan kembali mengenai kompetensi yang akan dirumuskan dalam Tujuan Program Studi Farmasi sesuai dengan elemen kompetensi seperti diberikan pengelompokannya. Kalau pada kurikulum mata kuliah dikelompokkan menurut MKDU, MKDK, MKK dan MKP, maka dalam kurikulum 2002 diadakan pengelompokan menurut :
Kelompok  MPK (mata kuliah pengembangan kepribadian)
- Kelompok  MKK (mata kuliah keilmuan dan ketrampilan)
- Kelompok  MKB (mata kuliah keahlian berkarya)
- Kelompok  MPB  (mata kuliah perilaku berkarya)
- Kelompok  MBB  (matakuliah berkehidupan bermasyarakat)
Pada dasarnya, masing-masing pendidikan tinggi dapat menyusun kurikulumnya sendiri berdasarkan  pedoman tersebut. Kurikulum yang baru ini sedang dalam proses penyusunannya. Selanjutnya oleh Asosiasi PTFI (lihat di bawah) telah diterbitkan kesepakatan mengenai Kisi-Kisi Matakuliah Kurikulum Inti Program Studi Farmasi Tahun 2002, yang berisi silabus dan uraian singkat masing-masing matakuliah. Kisi-Kisi Mata Kuliah Kurikulum Inti Program Studi Farmasi 2002 telah disusun untuk mata kuliah :
1)   Biologi Sel dan Molekul ( 2 SKS )
2)   Mikrobiologi Farmasi   (2+1)
3)   Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan (2+1)
4)   Anatomi Fisiologi Manusia (2+1)
5)   Kimia Analisis  (2+1)
6)   Kimia Fisika  (2)
7)   Kimia Organik (4+1)
8)   Biokimia (2+1)
9)   Farmasi Fisika (2+1)
10)Farmasetika Dasar (2+1)
11)Kimia Farmasi Analisis (2+1)
12)Teknologi Sediaan Farmasi (4+2)
13)Biofarmasi (2)
14)Farmakokinetika (2)
15)Kimia Medisinal (2)
16)Farmakognosi (3+1)
17)Fitokimia (2+1)
18)Farmakologi-Toksikologi (4+1)
-------------------------------------------------------------------------------
Jumlah Mata Kuliah = 18
Jumlah SKS  =  (43 + 14)  
Jumlah Mata kuliah dan Bobot SKS masih perlu dilengkapi dengan muatan lokal sampai menjadi (144-160) SKS
Nama-nama diatas bukan istilah menu dapur atau istilah yang sering disebutkan oleh orang politik saat berbicara. Tapi kami punya singkatan sendiri untuk kata-kata diatas seperti: KimFis (bukan kempes), Tekfar (bukan tepar), dan lainnya. meskipun kadang kami tepar dalam mengerjakan laporan. :D

Perbandingan pendidikan farmasi indonesia dan luar negeri

Kurikulum pendidikan tinggi Farmasi dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan kefarmasian (state of the art) dalam suatu negara, karena perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian akan diejawantahkan dalam kurikulum pendidikan tingginya.
Sekedar melakukan perbandingan, pada tabel di bawah ini disajikan perbedaan pendidikan tinggi Farmasi di Indonesia dengan beberapa pendidikan tinggi di luar negeri :

Farmasis
Master
Doktor
Indonesia
4 ½ th.
+ 1 th. profesi
+ 2 th.
+ 3 th.
Australia
3 th.
+ 1 th. Profesi
(akan diseragamkan   4 th + 1)
Master of Pharmacy
+ 2 th.
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
Amerika Serikat
2 th. (Pre-  professional)
4 th. (Professional)
Pharm. Doctor)
Master of Science
+ 2 th.
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)

Sejak tahun 1996 di Amerika Serikat hanya ada 1 jalur untuk mencapai profesi Pharmacist, yaitu Pharmaceutical Doctor yang membutuhkan waktu 6 tahun (2 tahun pre-professional + 4 tahun professional). Di Australia juga akan diseragamkan lama waktu studi Pharmacist (Bachelor of Pharmacy = B.P.) menjadi (4 + 1) tahun. Di samping program pascasarjana di bidang penelitian (Master dan Doctor), sama halnya di Indonesia, di Australia juga disediakan program Graduate Diploma di bidang tertentu (Hospital Pharmacy; Industrial Pharmacy) bagi Farmasis yang ingin meningkatkan keahliannya, khususnya keterampilan.

Standar Profesi Farmasi

Salah satu hasil kajian dari Satuan Tugas Pendidikan Farmasi ialah mengenai Standar Profesi Farmsis (Professional Standards of Practice = SOP) yang rumusan terakhirnya berbunyi sebagai berikut :
A. Seorang Farmasi hendaknya mampu bertukar pikiran dengan dokter dan praktisi perawatan kesehatan lain, yang menyangkut perawatan dan perlakuan terhadap pasien, dan senantisa mempertebal kepercayaan pasien akan perawatannya. Farmasis hendaknya dapat menghargai esensi diagnosis klinis dan memahami pengelolaan medis untuk pasien. Farmasis hendaknya memiliki pengetahuan tentang obat yang akan digunakan terhadap pengobatan status sakit pasien; mekanisme aksinya, bentuk sediaan dan kombinasi obat dalam perdagangan; nasib dan disposisi obat; faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemanfaatan fisiologis dan aktivitas biologis obat dalam bentuk sediaannya; pengaruh umur, seks atau status sakit sekunder yang dapat mempengaruhi lancarnya pengobatan; dan kemungkinan interaksi dengan obat lain, makanan dan prosedur diagnostik yang dapat memodifikasi aktivitas obat.
B.  Fungsi keseluruhan Farmasis hendaknya menghasilkan terapi obat secara maksimum. Farmasis hendaknya memahami penggunaan yang sesuai dan regimen takaran dari terapi obat yang dilakukan, kontraindikasi dan kemungkinan reaksi tak diinginkan yang diakibatkan oleh terapi obat. Farmasis hendaknya mempunyai cukup informasi mengenai kemungkinan obat paten mana yang interaksinya berlawanan dengan terapi atau mungkin berguna sebagai tambahan dalam memperbaiki pemberian obat atau perawatan secara keseluruhan.
C. Farmasis harus mengetahui aksi terapi obat paten sesuai penegasan (claim) yang dikemukakan, komposisinya dan keunikan maupun keterbatasan bentuk sediaan tersebut. Farmasis hendaknya mampu menilai secara obyektif kemampuan suatu produk sesuai iklannya. Jika diminta oleh pasien, Farmasis hendaknya mampu menegaskan kemungkinan kegunaan terapetik suatu obat paten sehubungan dengan keluhan pasien.
D.  Farmasis hendaknya mampu mereview publikasi ilmiah dan mampu mencari implikasi praktis suatu hasil penelitian yang berkaitan dengan kegunaan klinis suatu obat. Farmasis harus mampu menganalisis suatu laporan pustaka percobaan klinis mengenai kesesuaian desain penelitian dan analisis statistik yang dibuat dari data. Farmasis hendaknya mampu menyiapkan suatu abstrak yang obyektif mengenai kebermaknaan data dan kesimpulan si penulis.
E. Farmasis hendaknya merupakan seorang spesialis mengenai karakteristik kestabilan dan persyaratan penyimpanan obat dan bahan obat, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari bentuk sediaannya, bagaimana tempat pemberian obat atau lingkungan di sekitar tempat itu pada tubuh dapat mempengaruhi absopsi obat tertentu dari bentuk sediaan yang diberikan, dan bagaimana kemungkinannya berinteraksi untuk mempengaruhi aksi awal (onset), intensitas, atau lamanya (duration) aksi terapetik.
F. Farmasis hendaknya paham benar akan pengaturan legal tentang pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat. Farmasis hendaknya mengetahui tentang penggunaan obat yang diizinkan seperti yang terperinci oleh pejabat negara dan daerah, praktek medis yang benar, dan tanggung jawab legalnya terhadap pasien dalam penggunaan obat pada prosedur terapetik eksperimental.
G. Farmasis hendaknya mampu, dengan terdapatnya bahan sumber yang sesuai, untuk merekomendasi produk obat atau bentuk sediaan mana yang mungkin secara potensial berguna untuk kebutuhan terapetik tertentu, dan Farmasis hendaknya secara obyektif mampu mendukung pilihan yang diambil. Farmasis hendaknya juga mampu untuk mengidentifikasi produk obat berdasarkan bentuk dan warna yang dirinci, dan mungkin penggunaannya yang dianjurkan dengan menggunakan bahan sumber yang sesuai.
H. Farmasis akan tanggap, berdasarkan gejala yang akan diuraikan dalam wawancara dengan pasien, tentang informasi tambahan yang masih perlu diusahakan diperoleh dari pasien mengenai kondisi pasien itu. Berdasarkan informasi ini Farmasis hendaknya dapat merujuk pasien itu kepada praktisi medis yang sesuai, spesialis, atau badan yang paling berkompeten untuk membantu pasien dalam kasus spesifik. Farmasis hendaknya memperoleh dan menyimpan kartu data sakit (profil) pasien untuk digunakan dalam melakukan keputusan farmatesis yang menyangkut perawatan pasien. Melalui pemanfaatan profil demikian dan materi pembantu yang sesuai, Farmasis hendaknya melaksanakan program reviuw pemanfaatan obat dalam lingkungan daerah praktek. Farmasis hendaknya memantapkan dan melaksanakan program untuk memastikan tidak lalainya pasien menggunakan obat dengan tujuan terapetik.
I.    Farmasis hendaknya mempunyai pengetahuan tentang manifestasi toksis dari obat dan tindakan yang diperlukan yang merupakan cara terbaik untuk pengobatan gejala keracunan ini.
J.  Farmasis hendaknya mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien mengenai petunjuk mengenai penanganan yang sesuai dari resep dan obat paten. Farmasis hendaknya mengetahui tentang pembatasan yang perlu ditekankan pada konsumsi makanan, pengobatan lain dan aktivitas fisik.
K. Farmaisis hendaknya mampu berkomunikasi dengan profesional kesehatan lain atau orang awam tentang topik obat yang baik, masalah kesehatan masayrakat, dan pendidikan kesehatan perorangan.
L.    Farmasis hendaknya mampu untuk meracik obat yang sesuai atau campuran obat dalam bentuk sediaan yang baik.
M. Farmasis hendaknya mampu untuk menginterpretasi resep dari penulis resep yang sepatutnya berlisensi, secara teliti meracik bahan terapetik yang sesuai, memeriksa ketepatan resep yang sudah selesai sesuai isinya, dan menempelkan label petunjuk sesuai diperlukan agar membantu pemahaman pasien tentang maksud si penulis resep. Selanjutnya Farmasis hendaknya memberitahu pasien secara lisan atau tertulis, mengenai efek merugikan dari obat yang diracik menurut resep, apabila mengandung obat yang mungkin berbahaya bagi orang yang memakannya. Farmasis hendaknya memastikan bahwa pasien mengerti betul mengenai petunjuk obat yang ditulis.
N.   Farmasis hendaknya memahami prinsip dan teknik prosesur manajemen yang baik, dan akan memberikan pelayanan kefarmasian yang efisien untuk memastikan kesinambungan perawatan pasiennya. Farmasis hendaknya menyadari tentang pertimbangan finansial dari perawatan kesehatan, dan senantiasa berusaha memberikan perawatan pasien yang berkualitas.
O. Farmasis akan mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam mempertahankan tingkat kompetensi dalam setiap bidang yang disebutkan di atas.
Kira-kira apa julukan yang tepat untuk farmasi setelah membaca standar kompetensi diatas?
demikian info lengkap yang membahas tentang jurusan farmasi di indonesia. Semoga pembaca dapat memahami dengan baik segala hal tentang farmasi. dan Untuk adik-adik yang berencana mengikuti jejak kami, Akan selalu kami dukung.
Catatan: Materi diatas mungkin sebagian sudah tidak berlaku sebab adanya revisi, atau faktor lain. Materi ini disediakan hanya untuk informasi umum saja dan bukan sebagai referensi ilmiah.
Salam dari kami,
Anak Farmasi Indonesia

No comments:

Post a Comment

Sahabat Pengunjung Sawittoku, Mohon untuk meninggalkan saran agar pengembangan kualitas konten blog dapat lebih ditingkatkan.
Demi kenyamanan maka komentar yang mengandung Sara, Pornografi, Perjudian, Pelecehan ataupun sejenisnya dan mengandung Link akan kami jadikan SPAM.Terima Kasih Atas Perhatiannya