Banyak yang bertanya: bagaimana prospek kuliah farmasi, apa kelebihan jurusan farmasi, apa itu jurusan farmasi, bagaimana pekerjaan seorang farmasi, apakah jurusan farmasi hanya jual obat, sejak kapan farmasi ada di indonesia, seberapa penting pekerjaan farmasi, apa manfaat mengambil jurusan farmasi, bagaimana pandangan orang tentang farmasi dan pertanyaan lainnya. Semoga setelah membaca artikel ini, pertanyaan diatas dapat terjawab sehingga bisa memahami dengan baik tentang Farmasi.
Pengertian Farmasi
Farmasi didefinisikan sebagai profesi
yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau
sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan
pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi,
pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis,
dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan
kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman,
baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter
hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau
menjual langsung kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani
“pharmakon”, yang berarti cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya
menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh
karena itu seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui
hal ihwal obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian
mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek
kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas.
Ternyata prosesnya panjang juga sampai kata farmasi bisa melekat.
Sejarah Perkembangan Ilmu Farmasi di Indonesia
Sejak dahulu
nenek moyang bangsa Indonesia
telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara
tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi
sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi
kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).
Penggunaan obat dapat ditelusuri
sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal
obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain.
Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai
obat. Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih
rasional pada zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode
dasar ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios
atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang
dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan
cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian.
Perkembangan profesi kefarmasian pada
abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai
tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu,
sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan.
Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab
dengan terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun
demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia,
Eropa, ketika dikeluarkan surat
perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur
pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat
perintah yang kemudian dinamakan ”Magna Charta” dalam bidang farmasi itu juga
mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat
yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang
sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini
dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia
dan Sumpah Apoteker.
Kalau berbicara abad, berarti sudah ratusan tahun farmasi sudah ada teman-teman
Pandangan Ilmu Farmasi
Semua ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak
semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Manusia mempunyai perasaan, pikiran,
pengalaman, panca indera, intuisi, dan mampu menangkap gejala alam lalu
mengabstraksikannya dalam bentuk ketahuan atau pengetahuan; misalnya kebiasaan,
akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Apa yang diperoleh dalam proses mengetahui
itu dilakukan tanpa memperhatikan obyek, cara (ways of knowing) dan
kegunaannya, maka ini dikategorikan dalam ketahuan atau pengetahuan, dalam
bahasa Inggris disebut ”knowledge”. Ilmu
atau ”Science” ialah pengetahuan yang diperoleh melalui ”metode ilmiah”, yaitu
suatu cara yang menggunakan syarat-syarat tertentu, melalui serangkaian langkah
yang dilakukan dengan penuh disiplin.
1. Farmasi Sebagai Sains
Semua bentuk
pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam berbagai kategori
atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau
disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni (Arts), Etika
(Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi tergolong seni
teknis (technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan
obat (medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu
pengetahuan alam (natural science).
2. Farmasi Sebagai Profesi
Dari kajian filsafati
di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau Sains, Farmasi meliputi
pula pelayanan obat secara profesional. Istilah Profesi dan Profesional saat
ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara salah kaprah. Semua
pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahlian (skill) dikategorikan
sebagai profesi. Demikian pula istilah profesional sering digunakan sebagai
lawan kata amatir.
Ketika mendengar kata sains, mungkin dipikiran teman-teman terlintas serangkaian rumus kimia dan aktivitas laboratorium yang sedang mengamati bakteri melalui mikroskop. Jas praktek memang kebanggaan kami meskipun beberapa hari tidak pernah dicuci tapi tetap kami gunakan untuk berfoto. :D
Karir dibidang Farmasi
Perhatian
utama para dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang menulis resep ialah pada
efek obat pada penderita, nilai terapetika, dan toksiologinya. Para perawat bertugas untuk memberikan obat, tanggap
terhadap bentuk sediaan obat, dan terhadap manifestasi toksisnya. Maka ahli
Farmasi (Farmasis) itulah satu-satunya ahli mengenai obat. Ia diberikan
tanggung jawab legal untuk menangani obat dan pengetahuan segala sesuatu
mengenai informasi obat itu adalah tanggung jawab profesinya. Tidak ada program studi
lain selain Farmasi yang memberikan dasar-dasar pengetahuan lengkap mengenai
segala sesuatu yang perlu diketahui tentang obat. Jadi hanya seorang Farmasis
yang mempunya kompetensi keahlian obat secara lengkap.
1. Farmasis Komunitas (Community
Pharmacist)
Farmasis atau Apoteker
memberikan kesan umum bahwa tempat kerja seorang farmasi hanyalah di Apotik,
yaitu salah satu tempat pengabdian profesi seorang Apoteker. Seorang Farmasis
di Apotik langsung berhadapan dengan masyarakat sehingga fungsi tersebut
dikelompokkan dalam Farmasi Masyarakat (Community Pharmacy). Fungsi Farmasis
Masyarakat di Apotik merupakan kombinasi seorang profesional dan wiraswastawan.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 25/80 tentang Apotik, bahwa
Apotik adalah tempat pengabdian profesi seorang Apoteker, maka makin besar
harapan yang diberikan pemerintah kepada para Farmasis, baik dari segi jumlah
tenaga farmasi maupun dari segi kemampuan profesionalnya.
2. Farmasi Rumah Sakit (Hospital Pharmacy)
Farmasi Rumah Sakit ialah
pekerjaan kefarmasiaan yang dilakukan di rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Fungsi kefarmasian ini yang sudah sangat berkembang di negara maju, juga sudah
mulai dirintis di Indonesia
dengan pembukaan program spesialisasi Farmasi Rumah Sakit. Jumlah kebutuhan
Farmasis di rumah sakit di masa depan akan semakin meningkat karena 3 hal :
- Faktor
pertambahan penduduk.
- Meningkatnya
kebutuhan untuk perawatan yang lebih baik di rumah sakit.
- Fungsi
dan peranan Farmasis Rumah Sakit akan lebih meningkat dalam berbagai aspek
mengenai penggunaan dan pemantauan obat.
3. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Mata rantai sebagai
perantara industri farmasi dan masyarakat dalam hal penyaluran obat ialah
Pedagang Besar Farmasi (PBF). Di luar negeri PBF ini mempunyai tenaga Farmasis
terdaftar sebagai supervisor disebabkan oleh sifat khas produk yang
ditanganinya itu sehubungan dengan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia
hanya dipersyaratkan tenaga menengah farmasi (Asisten Apoteker = AA) sebagai penanggungjawab,
mengingat belum cukup tersedianya tenaga ahli berpendidikan tinggi.
PBF sangat berperanan
sebagai sumber penyalur obat dari berbagai industri farmasi yang secara cepat
dapat melayani kebutuhan Farmasis Komunitas (Apoteker) untuk secara cepat pula
melayani kebutuhan penderita akan obat. PBF juga mengurangi beban finansial
Apoteker dalam hal menyimpan stok obat dalam jumlah besar dan menjembatani
kerumitan negosiasi dengan ratusan industri farmasi sebagai produsen obat.
4. Industri
Farmasi
Farmasis di industri
farmasi terlibat pula dalam fungsi pemasaran produk, riset dan pengembangan
produk, pengendalian kualitas, produksi dan administrasi atau manajemen. Fungsi
perwakilan pelayanan medis (medical service representative) atau ”detailman”
yang bertugas dan langsung berhubungan dengan Dokter dan Apoteker untuk
memperkenalkan produk yang dihasilkan industri farmasi mungkin juga dijabat
seorang Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu
dipegang seorang Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila
fungsi itu dipegang seorang Farmasis karena latar belakang pengetahuannya. Saat
ini memang tidak banyak Farmasis yang mengisi jabatan ini karena jumlahnya
belum mencukupi, dan lebih dibutuhkan di tempat pengabdian profesi yang lain.
Peningkatan karir jabatan ini dapat mencapai tingkat supervisor dalam pemasaran
produk, dan direktur pemasaran produk dalam organisasi industri farmasi.
Pada unit produksi dan
pengendalian kualitas (quality control) industri dipersyaratkan seorang
Apoteker. Untuk bidang riset dan pengembangan (R & D = Research and
Development) biasanya diperlukan lulusan pendidikan pascasarjana, meskipun
bukan merupakan persyaratan.
5. Instansi
Pemerintah
Departemen Kesehatan
adalah instansi pemerintah yang paling banyak menyerap tenaga Farmasis,
terutama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Minuman (DitJen POM) dan
jajaran Pusat Pemeriksaan Obat (PPOM) dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
(Balai POM) di daerah. Demikian pula Bidang Pengendalian Farmasi dan Makanan
pada setiap Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (sekarang dihapus, hanya ada
Dinas Kesehatan Propinsi) dan jajaran Dinas Kesehatan sampai ke Daerah Tingkat
II dan Gudang Farmasi. Fungsi utama Farmasis pada instansi pemerintah ialah
administrastif, pemeriksaan, bimbingan dan pengendalian. Sejak tahun 2001,
telah terjadi perubahan struktur, Direktorat Jendral POM tidak lagi bernaung di
bawah Departemen Kesehatan, tetapi menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Demikian pula
struktur Balai (besar,kecil) POM di daerah tingkat I, yang langsung berada di
bawah Badan POM, tidak berada di dalam Dinas Kesehatan Propinsi.
Departemen HANKAM, juga
memerlukan Farmasis yang terutama berfungsi pada bagian logistik dan penyaluran
obat dan alat kesehatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merekrut Farmasis
untuk jabatan dosen di perguruan tinggi. Sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi,
maka fungsi seorang Farmasis ialah dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Persyaratan untuk diterima menjadi
dosen akan ditingkatkan menjadi lulusan Pascasarjana, atau mempunyai Sertifikat
Mengajar Program PEKERTI/AA (Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik
Instruksional/Applied Approach), yaitu program penataran dosen dalam aktivitas
instruksional atau proses belajar mengajar.
Sebagai tenaga kesehatan,
seorang Farmasis atau Apoteker diwajibkan untuk mengabdi pada negara selama 3
tahun setelah lulus ujian Apoteker sebelum dapat berpraktek swasta perorangan.
Wajib kerja sarjana ini dikenal sebagai Masa Bakti Apoteker (MBA) yang dapat
dilaksanakan pada instansi pemerintah seperti tersebut di atas atau penugasan
khusus dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan sebagai wakil Menteri
Kesehatan di daerah. Dengan dihapuskannya Kantor Wilayah, tugas ini diambil
alih Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
6. Wartawan Farmasi (Pharmaceutical Journalism)
Profesi ini mulai
berkembang di luar negeri bagi Farmasis yang memperoleh latihan khusus dalam
kewartawanan dan mempunyai bakat menulis dan mengedit. Pekerjaan ini diperlukan
oleh instansi pemerintah atau industri farmasi untuk publikasi, mengedit atau
menulis tulisan yang berlatar belakang kefarmasian.
7. Manajemen
Perusahaan
Khususnya
instansi swasta banyak memerlukan tenaga ahli berlatar belakang kefarmasian
dengan berkembangnya organisasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk
ini diperlukan pendidikan tambahan, misalnya Magister Manajemen (MBA = Master
of Business Administration).
8. Wiraswasta
Farmasi dituntut dan dibekali ilmu manajemen kefarmasian dalam mengelolah suatu bidang usaha farmasi, contohnya apotek. Lihat contoh disini contoh apotik online di indonesia.
setelah membaca prospek karir diatas, apakah masih ingin bertanya: apakah jurusan farmasi hanya jual obat
Pendidikan Kefarmasian
Pendidikan Farmasi, khususnya
pendidikan tinggi sering berubah dengan perubahan tuntutan zaman. Pendidikan
tinggi secara umum dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas
dan lebih relevan terhadap kebutuhan masyarakat. Khususnya bidang Farmasi di
era reformasi ini semakin banyak didirikan perguruan tinggi swasta yang
menyelenggarakan pendidikan Farmasi. Demikian pula terjadi pada pendidikan
program profesional di bidang kesehatan,
yang semakin dituntut mutu lulusan yang tinggi, sehingga Sekolah Perawat,
Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan menjadi setingkat Akademi
(Program D-3 atau D-4), yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Propinsi, dan
dikelompokkan dalam Politeknik Kesehatan (POLTEKKES).
Perkembangan pendidikan kefarmasian di indonesia
Perkembangan
pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia dapat dibagi dalam era pra Perang
Dunia II, Zaman Pendudukan Jepang dan pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. Sebelum
Perang Dunia II, selama penjajahan Belanda hanya terdapat beberapa Apoteker
yang berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Tenaga kefarmasian yang
dididik di Indonesia
hanya setingkat Asisten Apoteker (AA), yang mulai dihasilkan tahun 1906.
Pelaksanaan pendidikan A.A. ini dilakukan secara magang ada Apotik yang ada
Apotekernya dan setelah periode tertentu seorang calon menjalani ujian negara.
Pada tahun 1918 dibuka sekolah Asisten Apoteker yang pertama dengan penerimaan
murid lulusan MULO Bagian B (Setingkat SMP). Pada tahun 1937 jumlah Apotik di
seluruh Indonesia
hanya 37. Pada awal Perang Dunia ke-2 (1941) banyak Apoteker warga negara asing
meninggalkan Indonesia
sehingga terdapat kekosongan Apotik. Untuk mengisi kekosongan itu diberi izin
kepada dokter untuk mengisi jabatan di Apotik, juga diberi izin kepada dokter
untuk membuka Apotik-Dokter (Dokters-Apotheek) di daerah yang belum ada
Apotiknya.
Pada
zaman pendudukan Jepang mulai dirintis pendidikan tinggi Farmasi dengan nama
Yukagaku sebagai bagian dari Jakarta Ika Daigaku. Pada tahun 1944 Yakugaku
diubah menjadi Yaku Daigaku. Pada tahun
1946 dibuka Perguruan Tinggi Ahli Obat di Klaten yang kemudian pindah dan
berubah menjadi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Tahun
1947 diresmikan Jurusan Farmasi di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam
(FIPIA), Bandung sebagai bagian dari Universitas Indonesia, Jakarta, yang
kemudian berubah menjadi Jurusan Farmasi, Institut Teknologi Bandung pada
tanggal 2 Mei 1959.
Lulusan Apoteker pertama di UGM sebanyak 2 orang
dihasilkan pada tahun 1953. Saat ini di Indonesia terdapat 8 perguruan
tinggi farmasi negeri dan belasan perguruan tinggi swasta
Pendidikan farmasi dimulai sejak:
- Sekolah menengah farmasi
- Diploma Farmasi
- Perguruan tinggi Farmasi
- Pendidikan Profesi
- Pendidikan Lanjutan Magister dan Doktor Farmasi
jadi tidak heran kalau anak farmasi umumnya suka sekolah, sekolah, dan sekolah. bukan hal baru ketika anak farmasi menceritakan rencana kuliah lanjutannya ingin dimana ketika menyelesaikan satu tingkatan.
Kurikulum pendidikan Farmasi
Melalui Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional (MenDikNas) No.232/2000, tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Evaluasi hasil Belajar, dan No.045/2002,
tentang Kurikulum Pendidikan, telah terjadi perubahan mendasar pada penyusunan
kurikulum, yang saat ini ditekankan pada kompetensi lulusan
(Competency-Based Curriculum). Dengan demikian maka perlu diadakan tinjauan
kembali mengenai kompetensi yang akan dirumuskan dalam Tujuan Program Studi
Farmasi sesuai dengan elemen kompetensi seperti diberikan pengelompokannya.
Kalau pada kurikulum mata kuliah dikelompokkan menurut MKDU, MKDK, MKK dan MKP,
maka dalam kurikulum 2002 diadakan pengelompokan menurut :
- Kelompok MPK (mata kuliah pengembangan kepribadian)
- Kelompok MKK (mata kuliah keilmuan dan ketrampilan)
- Kelompok MKB (mata kuliah keahlian berkarya)
- Kelompok MPB
(mata kuliah perilaku berkarya)
- Kelompok MBB
(matakuliah berkehidupan bermasyarakat)
Pada
dasarnya, masing-masing pendidikan tinggi dapat menyusun kurikulumnya sendiri
berdasarkan pedoman tersebut. Kurikulum
yang baru ini sedang dalam proses penyusunannya. Selanjutnya oleh Asosiasi PTFI
(lihat di bawah) telah diterbitkan kesepakatan mengenai Kisi-Kisi Matakuliah
Kurikulum Inti Program Studi Farmasi Tahun 2002, yang berisi silabus dan uraian
singkat masing-masing matakuliah. Kisi-Kisi Mata Kuliah Kurikulum Inti Program
Studi Farmasi 2002 telah disusun untuk mata kuliah :
1)
Biologi
Sel dan Molekul ( 2 SKS )
2)
Mikrobiologi
Farmasi (2+1)
3)
Morfologi,
Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan (2+1)
4)
Anatomi
Fisiologi Manusia (2+1)
5)
Kimia
Analisis (2+1)
6)
Kimia
Fisika (2)
7)
Kimia
Organik (4+1)
8)
Biokimia
(2+1)
9)
Farmasi
Fisika (2+1)
10)Farmasetika Dasar (2+1)
11)Kimia Farmasi Analisis
(2+1)
12)Teknologi Sediaan Farmasi
(4+2)
13)Biofarmasi (2)
14)Farmakokinetika (2)
15)Kimia Medisinal (2)
16)Farmakognosi (3+1)
17)Fitokimia (2+1)
18)Farmakologi-Toksikologi
(4+1)
-------------------------------------------------------------------------------
Jumlah Mata Kuliah = 18
Jumlah SKS = (43
+ 14)
Jumlah Mata kuliah dan
Bobot SKS masih perlu dilengkapi dengan muatan lokal sampai menjadi (144-160)
SKS
Nama-nama diatas bukan istilah menu dapur atau istilah yang sering disebutkan oleh orang politik saat berbicara. Tapi kami punya singkatan sendiri untuk kata-kata diatas seperti: KimFis (bukan kempes), Tekfar (bukan tepar), dan lainnya. meskipun kadang kami tepar dalam mengerjakan laporan. :D
Perbandingan pendidikan farmasi indonesia dan luar negeri
Kurikulum pendidikan
tinggi Farmasi dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan kefarmasian
(state of the art) dalam suatu negara, karena perkembangan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian akan diejawantahkan
dalam kurikulum pendidikan tingginya.
Sekedar
melakukan perbandingan, pada tabel di bawah ini disajikan perbedaan pendidikan
tinggi Farmasi di Indonesia dengan beberapa pendidikan tinggi di luar negeri :
Farmasis
|
Master
|
Doktor
|
|
4 ½ th.
+ 1 th. profesi
|
+ 2 th.
|
+ 3 th.
|
|
3 th.
+ 1 th. Profesi
(akan diseragamkan 4 th + 1)
|
Master of Pharmacy
+ 2 th.
|
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
|
|
Amerika Serikat
|
2 th. (Pre- professional)
4 th. (Professional)
Pharm. Doctor)
|
Master of Science
+ 2 th.
|
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
|
Sejak tahun 1996 di
Amerika Serikat hanya ada 1 jalur untuk mencapai profesi Pharmacist, yaitu
Pharmaceutical Doctor yang membutuhkan waktu 6 tahun (2 tahun pre-professional
+ 4 tahun professional). Di Australia juga akan diseragamkan lama waktu studi
Pharmacist (Bachelor of Pharmacy = B.P.) menjadi (4 + 1) tahun. Di samping
program pascasarjana di bidang penelitian (Master dan Doctor), sama halnya di
Indonesia, di Australia juga disediakan program Graduate Diploma di bidang
tertentu (Hospital Pharmacy; Industrial Pharmacy) bagi Farmasis yang ingin
meningkatkan keahliannya, khususnya keterampilan.
Standar Profesi Farmasi
Salah satu hasil kajian dari Satuan Tugas Pendidikan Farmasi ialah mengenai Standar Profesi Farmsis (Professional Standards of Practice = SOP) yang rumusan terakhirnya berbunyi sebagai berikut :
A. Seorang Farmasi hendaknya mampu bertukar pikiran dengan dokter dan praktisi perawatan kesehatan lain, yang menyangkut perawatan dan perlakuan terhadap pasien, dan senantisa mempertebal kepercayaan pasien akan perawatannya. Farmasis hendaknya dapat menghargai esensi diagnosis klinis dan memahami pengelolaan medis untuk pasien. Farmasis hendaknya memiliki pengetahuan tentang obat yang akan digunakan terhadap pengobatan status sakit pasien; mekanisme aksinya, bentuk sediaan dan kombinasi obat dalam perdagangan; nasib dan disposisi obat; faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemanfaatan fisiologis dan aktivitas biologis obat dalam bentuk sediaannya; pengaruh umur, seks atau status sakit sekunder yang dapat mempengaruhi lancarnya pengobatan; dan kemungkinan interaksi dengan obat lain, makanan dan prosedur diagnostik yang dapat memodifikasi aktivitas obat.
B. Fungsi keseluruhan Farmasis hendaknya menghasilkan terapi obat secara maksimum. Farmasis hendaknya memahami penggunaan yang sesuai dan regimen takaran dari terapi obat yang dilakukan, kontraindikasi dan kemungkinan reaksi tak diinginkan yang diakibatkan oleh terapi obat. Farmasis hendaknya mempunyai cukup informasi mengenai kemungkinan obat paten mana yang interaksinya berlawanan dengan terapi atau mungkin berguna sebagai tambahan dalam memperbaiki pemberian obat atau perawatan secara keseluruhan.
C. Farmasis harus mengetahui aksi terapi obat paten sesuai penegasan (claim) yang dikemukakan, komposisinya dan keunikan maupun keterbatasan bentuk sediaan tersebut. Farmasis hendaknya mampu menilai secara obyektif kemampuan suatu produk sesuai iklannya. Jika diminta oleh pasien, Farmasis hendaknya mampu menegaskan kemungkinan kegunaan terapetik suatu obat paten sehubungan dengan keluhan pasien.
D. Farmasis hendaknya mampu mereview publikasi ilmiah dan mampu mencari implikasi praktis suatu hasil penelitian yang berkaitan dengan kegunaan klinis suatu obat. Farmasis harus mampu menganalisis suatu laporan pustaka percobaan klinis mengenai kesesuaian desain penelitian dan analisis statistik yang dibuat dari data. Farmasis hendaknya mampu menyiapkan suatu abstrak yang obyektif mengenai kebermaknaan data dan kesimpulan si penulis.
E. Farmasis hendaknya merupakan seorang spesialis mengenai karakteristik kestabilan dan persyaratan penyimpanan obat dan bahan obat, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari bentuk sediaannya, bagaimana tempat pemberian obat atau lingkungan di sekitar tempat itu pada tubuh dapat mempengaruhi absopsi obat tertentu dari bentuk sediaan yang diberikan, dan bagaimana kemungkinannya berinteraksi untuk mempengaruhi aksi awal (onset), intensitas, atau lamanya (duration) aksi terapetik.
F. Farmasis hendaknya paham benar akan pengaturan legal tentang pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat. Farmasis hendaknya mengetahui tentang penggunaan obat yang diizinkan seperti yang terperinci oleh pejabat negara dan daerah, praktek medis yang benar, dan tanggung jawab legalnya terhadap pasien dalam penggunaan obat pada prosedur terapetik eksperimental.
G. Farmasis hendaknya mampu, dengan terdapatnya bahan sumber yang sesuai, untuk merekomendasi produk obat atau bentuk sediaan mana yang mungkin secara potensial berguna untuk kebutuhan terapetik tertentu, dan Farmasis hendaknya secara obyektif mampu mendukung pilihan yang diambil. Farmasis hendaknya juga mampu untuk mengidentifikasi produk obat berdasarkan bentuk dan warna yang dirinci, dan mungkin penggunaannya yang dianjurkan dengan menggunakan bahan sumber yang sesuai.
H. Farmasis akan tanggap, berdasarkan gejala yang akan diuraikan dalam wawancara dengan pasien, tentang informasi tambahan yang masih perlu diusahakan diperoleh dari pasien mengenai kondisi pasien itu. Berdasarkan informasi ini Farmasis hendaknya dapat merujuk pasien itu kepada praktisi medis yang sesuai, spesialis, atau badan yang paling berkompeten untuk membantu pasien dalam kasus spesifik. Farmasis hendaknya memperoleh dan menyimpan kartu data sakit (profil) pasien untuk digunakan dalam melakukan keputusan farmatesis yang menyangkut perawatan pasien. Melalui pemanfaatan profil demikian dan materi pembantu yang sesuai, Farmasis hendaknya melaksanakan program reviuw pemanfaatan obat dalam lingkungan daerah praktek. Farmasis hendaknya memantapkan dan melaksanakan program untuk memastikan tidak lalainya pasien menggunakan obat dengan tujuan terapetik.
I. Farmasis hendaknya mempunyai pengetahuan tentang manifestasi toksis dari obat dan tindakan yang diperlukan yang merupakan cara terbaik untuk pengobatan gejala keracunan ini.
J. Farmasis hendaknya mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien mengenai petunjuk mengenai penanganan yang sesuai dari resep dan obat paten. Farmasis hendaknya mengetahui tentang pembatasan yang perlu ditekankan pada konsumsi makanan, pengobatan lain dan aktivitas fisik.
K. Farmaisis hendaknya mampu berkomunikasi dengan profesional kesehatan lain atau orang awam tentang topik obat yang baik, masalah kesehatan masayrakat, dan pendidikan kesehatan perorangan.
L. Farmasis hendaknya mampu untuk meracik obat yang sesuai atau campuran obat dalam bentuk sediaan yang baik.
M. Farmasis hendaknya mampu untuk menginterpretasi resep dari penulis resep yang sepatutnya berlisensi, secara teliti meracik bahan terapetik yang sesuai, memeriksa ketepatan resep yang sudah selesai sesuai isinya, dan menempelkan label petunjuk sesuai diperlukan agar membantu pemahaman pasien tentang maksud si penulis resep. Selanjutnya Farmasis hendaknya memberitahu pasien secara lisan atau tertulis, mengenai efek merugikan dari obat yang diracik menurut resep, apabila mengandung obat yang mungkin berbahaya bagi orang yang memakannya. Farmasis hendaknya memastikan bahwa pasien mengerti betul mengenai petunjuk obat yang ditulis.
N. Farmasis hendaknya memahami prinsip dan teknik prosesur manajemen yang baik, dan akan memberikan pelayanan kefarmasian yang efisien untuk memastikan kesinambungan perawatan pasiennya. Farmasis hendaknya menyadari tentang pertimbangan finansial dari perawatan kesehatan, dan senantiasa berusaha memberikan perawatan pasien yang berkualitas.
O. Farmasis akan mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam mempertahankan tingkat kompetensi dalam setiap bidang yang disebutkan di atas.
Kira-kira apa julukan yang tepat untuk farmasi setelah membaca standar kompetensi diatas?
demikian info lengkap yang membahas tentang jurusan farmasi di indonesia. Semoga pembaca dapat memahami dengan baik segala hal tentang farmasi. dan Untuk adik-adik yang berencana mengikuti jejak kami, Akan selalu kami dukung.
Catatan: Materi diatas mungkin sebagian sudah tidak berlaku sebab adanya revisi, atau faktor lain. Materi ini disediakan hanya untuk informasi umum saja dan bukan sebagai referensi ilmiah.
Salam dari kami,
Anak Farmasi Indonesia
No comments:
Post a Comment
Sahabat Pengunjung Sawittoku, Mohon untuk meninggalkan saran agar pengembangan kualitas konten blog dapat lebih ditingkatkan.
Demi kenyamanan maka komentar yang mengandung Sara, Pornografi, Perjudian, Pelecehan ataupun sejenisnya dan mengandung Link akan kami jadikan SPAM.Terima Kasih Atas Perhatiannya